Pohon Hayat Nusantara karya Aulia Akbar yang memenangi logo IKN mengandung makna ideologis, geografis, dan kemerdekaan Indonesia. Bagi para finalis, ajang ini mendidik publik bahwa simbol atau logo bukan sekadar gambar, tetapi juga mengandung nilai filosofis serta cerita.
FERLYNDA PUTRI S., Jakarta
BISA dibilang inilah momen terbahagia Aulia Akbar selama sembilan tahun bergelut di dunia desain. Co-founder POT Branding House tersebut sama sekali tidak menyangka karyanya terpilih menjadi logo resmi Ibu Kota Nusantara (IKN).
”Yang pasti, rasanya sangat kaget. Aku pribadi legawa dari awal (mau menang atau tidak, Red),” ucap Aulia yang tampak menangis haru saat menerima hadiah sebagai pemenang lomba logo IKN di Istana Negara, Jakarta, Selasa (30/5).
Kebanggaan serupa dirasakan keempat finalis lain: Dimas Fakhruddin, Agra Satria, Ismiaji Cahyono, dan Wildan Ilham. ”Masuk 10 besar saja sudah bangga, apalagi lima besar,” kata Dimas dalam kesempatan yang sama di Istana Negara.
Pohon Hayat Nusantara yang didesain Aulia merupakan simbol pohon dari barat sampai timur Indonesia. Pohon adalah sumber kehidupan sekaligus kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia.
Pohon Hayat Nusantara memiliki lima akar yang bermakna ideologi bangsa, Pancasila. Lalu, ada tujuh batang yang melambangkan tujuh pulau besar Indonesia. Dan, 17 helai mahkota bunga yang mekar adalah simbol kemerdekaan.
Aulia dan timnya di POT Branding House tentu tidak hanya asal membuat desain pohon hayat. Ada riset yang mendukung sejak mereka memutuskan ikut lomba yang diumumkan pada September tahun lalu tersebut. Apalagi, itulah lomba desain logo ibu kota negara pertama yang dihelat secara terbuka.
”Inspirasinya dari penelusuran tentang kebudayaan Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Semua punya kesamaan berupa kosmologi si pohon hayat,” ujarnya.
Alumnus Institut Teknologi Nasional, Bandung, itu menginginkan desainnya bisa jadi pengingat bahwa keberagaman Indonesia ini justru menjadi pemersatu. ”Kompetisi ini juga wujud negara menghargai desain grafis,” katanya.
Sebelumnya, masyarakat secara terbuka dapat memilih langsung satu logo dari lima nomine desain. Berdasar hasil akhir sayembara pada 20 Mei lalu, jumlah pemilih mencapai 500.260 orang yang berasal dari berbagai provinsi di berbagai pulau.
Bagi Dimas, bersaing dengan lebih dari 500 desainer dan bisa menembus lima besar di sebuah ajang bersejarah adalah pengalaman luar biasa. ”Dari awal saya mau ikut acara ini sebagai kontribusi untuk negara,” ujarnya.
Sejak membaca pengumuman terbuka dari Asosiasi Desain Grafis Indonesia (ADGI) tentang lomba logo IKN, finalis asal Malang, Jawa Timur, tersebut antusias mempersiapkan portofolio. Pendiri Yumakiso Studio itu mengungkapkan, masa pengerjaan desain yang berkonsep tridaya itu memakan waktu tiga bulan.
Dia berdiskusi dengan tim sejak Oktober. Sebab, untuk menjadi sebuah identitas bukan hanya bentuk dan warna yang digunakan. ”Tapi juga filosofinya apa serta bagaimana implementasinya,” ujarnya.
Lalu, konsep tersebut dipresentasikan dan terpilih menjadi sepuluh besar. Di antara sepuluh desain ini, lima desain merupakan pilihan Presiden Jokowi dan berhak dipilih masyarakat luas.
Satu tim desain biasanya terdiri atas banyak lini. Di antaranya, design lead, tim graphic designer, periset, dan copywriter. Apalagi untuk lomba sebesar lomba logo ibu kota negara.
Proses debat pun dilalui semua yang terlibat dalam tim. Namun, mereka selalu berpedoman pada kata kunci yang disepakati di awal. ”Misal, filosofi warna yang sesuai mana. Apakah condong salah satu suku atau partai mungkin. Ini juga concern dari tim ahli dan kurator,” ungkapnya.
Karya finalis lainnya, Agra Satria, sefilosofi dengan Aulia, yaitu pohon hayat. Namun, secara visual, bentuk desain mereka jauh berbeda. Sebab, karya Agra membentuk formasi modular yang menggambarkan jajaran kepulauan dan desain planologi IKN. ”Kelima desainer finalis memiliki pendekatan berbeda-beda. Dari meriset hingga style studio dan creative director-nya,” ujarnya.
Lima desainer finalis tersebut sebenarnya juga saling kenal. Meski, ada yang belum pernah ketemu secara langsung. Misalnya, Agra dan Ismiaji Cahyono. Mereka dulunya adalah junior dan senior di LeBoYe Design.
Aji mengakui, perasaan rivalitas pasti tidak terhindarkan dalam sebuah kompetisi. Namun, di sisi lain, ajang itu justru menjadi tempat sosialisasi pembuatan desain.
Aji mengapresiasi langkah pemerintah menghelat lomba. Sebab, lewat ajang tersebut, masyarakat lebih melek bahwa simbol atau logo bukan sekadar gambar. Namun, ada nilai filosofis dan cerita di dalamnya. ”Harapannya, masyarakat terdidik bahwa memilih identitas itu tidak hanya berdasar favoritisme atau gambar,” tuturnya.
Dalam sambutannya, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) Bambang Susantono meyakinkan bahwa pemilihan logo baru tersebut merupakan bentuk partisipasi publik dalam persiapan dan pembangunan IKN. ”Sesuai dengan arahan Presiden (Joko Widodo) untuk membangun rasa memiliki yang kuat terhadap ibu kota kita Nusantara sebagai refleksi dari sebuah kota yang dibangun secara gotong-royong oleh seluruh masyarakat Indonesia,” ujarnya. (*/c14/ttg/jpg/sam)