TANJUNG REDEB – Dampak dari penutupan Jembatan Sambaliung, membuat masyarakat ‘dipaksa’ mengantre untuk menyeberang menggunakan jalur alternatif yang disediakan.
Antrean cukup panjang termasuk untuk kendaraan roda dua. Bahkan berdasarkan pengakuan sejumlah masyarakat, ada yang harus mengantre hingga 3 jam lamanya. Parahnya lagi, warga yang mengantre harus menahan diri menghadapi sinar matahari yang cukup terik.
Bahkan kemarin (6/6), mengakibatkan salah satu warga yang mengantre pun jatuh pingsan. Dengan adanya kejadian ini, salah satu masyarakat Kecamatan Sambaliung, Yunus, meminta pengambil kebijakan harus kembali mencari jalan alternatif penyebrangan.
Menurutnya, jika hanya ada satu penyeberangan kendaraan roda dua, membutuhkan waktu yang sangat lama. “Kita kasihan lagi kepada yang sudah tua harus ikut mengantre sampai sekitar dua jam untuk bisa menyeberang,” katanya.
“Jika hanya 30 menit mengantre itu masih wajar saja, tetapi jika sudah lebih dari dua jam itu menurut saya harus ada tindakan diambil oleh pemangku kebijakan, karena kasihan masyarakat jika seperti ini,” harapnya.
Kejadian warga yang pingsan juga menjadi perhatian Anggota Komisi II DPRD Berau, Elita Herlina. Dirinya menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau harus mencari solusi terkait dampak dari penutupan jembatan tersebut.
“Harus ada solusi yang konkret terkait dengan dampak penutupan jembatan itu (Jembatan Sambaliung, red). Karena saya mendapatkan informasi ada salah satu warga yang pingsan akibat lama menunggu antrean untuk menyeberang,” ujarnya.
Dirinya juga mempertanyakan apakah Pemkab Berau sudah menyiapkan tim medis untuk berjaga di posko penyebrangan? Pasalnya menurut politisi Partai Golkar ini, hal tersebut sangatlah penting, meningat penumpukan kendaraan yang ingin menyeberang sangat banyak.
“Harus ada itu (tim medis, red) yang berjaga, jangan sampai nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Jika ada tim medis maka bisa ada pertolongan pertama,” kata dia.
Bukan hanya itu saja, menurut Elita, Pemkab Berau juga harus mencari solusi untuk mencari alternatif penyeberangan sebagai salah satu cara untuk mengurai penumpukan kendaraan.
“Jika sudah seperti ini harusnya Pemkab Berau mengimbangi fasilitas pendukungnya, karena jika dibiarkan begitu saja ditakutkan nantinya terjadi hal-hal yang merugikan masyatakat,” tandasnya.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Berau Totoh Hermanto, saat ditanya terkait hal itu memastikan kalau warga yang pingsan langsung ditangani tim medis yang disiagakan di setiap posko penyeberangan.
Dirinya juga sudah mengingatkan tim medis untuk dapat terus berjaga, mengingat antrean yang sangat padat dan memang memiliki potensi besar terjadinya pingsan akibat kelelahan.
“Sudah kita tegaskan juga agar bisa peka melihat keadaan di lokasi tersebut, jika memang ada tanda-tanda masyarakat yang lemas maka tim medis harus langsung memberikan pertolongan pertama. Jika ada tanda-tanda yang berbahaya baru dibawa ke rumah sakit,” imbuhnya.
Atas hal ini juga, Totoh mengingatkan masyarakat yang hendak menyeberang untuk memperkuat daya tahan tubuh di antaranya dengan memastikan sarapan lebih dulu, khususnya bagi anak sekolah.
Selain itu selalu menggunakan pelindung dari sengatan matahari langsung seperti helm dan jaket. “Jangan lupa juga untuk selalu membawa air minum. Jika memang ada yang merasa kurang sehat sebaiknya langsung berkonsultasi dengan petugas kesehatan yang bersiaga,” imbaunya.
Di lain tempat, Ketua DPRD Berau Madri Pani, yang memimpin hearing terkait permasalahan Jembatan Sambaliung, kemarin (6/6) dibuat gigit jari. Pasalnya, dalam agenda tersebut hanya dihadiri Asisten I Setkab Berau, dan juga beberapa kepala dinas. Sedangkan pemangku kebijakan yakni bupati dan wakil bupati Berau yang juga dipastikannya sudah diundang, tidak dapat hadir.
Dipaparkan Madri Pani, imbas penutupan jembatan tidak sedikit masyarakat merasa dirugikan, hingga akhirnya harus pindah tempat tinggal. Banyak usaha yang terpaksa memangkas penjualan dan menaikkan harga. Kebutuhan akan ikan segar sulit untuk didapat, sedangkan bupati memilih keluar daerah. Menurutnya hal ini sangat tidak mendasar. “Di saat rakyat butuh pemimpin. Pemimpinnya malah tidak ada di tempat,” katanya kepada awak media, usai hearing.
Ia juga menyayangkan, beberapa kali peninjauan yang dilakukan namun masih saja belum ada opsi terbaik untuk solusi dari penutupan Jembatan Sambaliung tersebut. Masyarakat pun harus berkorban antre panjang, bahkan sampai ada yang jatuh pingsan. “Ini miris. Rapat diadakan setelah penutupan jembatan. Opsi tidak ada,” ucapnya heran.
Atas hal-hal itu lah, Madri mengaku kecewa memimpin rapat kali ini. Seharusnya yang hadir adalah bupati atau wakil bupati, untuk bisa duduk diskusi memikirkan nasib masyarakat.
Tidak bermasud merendahkan Asisten I Setkab Berau, namun ditekankannya jika yang langsung hadir adalah bupati atau wakilnya, tentu kebijakan langsung bisa diambil, tanpa harus melapor kesana-kesini.
“Ini mekanismenya lama. Dari assisten melapor ke pimpinannya, nanti dirapatkan lagi. Maksud saya tadi sekali duduk saja. Kasihan masyarakat,” tambahnya.
Dengan banyaknya polemik yang terjadi saat ini pun, Madri Pani mengancam jika dalam waktu dekat tidak ada opsi pasti untuk masyarakat, dirinya bersama anggota DPRD lainnya akan menghentikan pengerjaan jembatan tersebut hingga masyarakat mendapatkan kepastian keamanan dalam menyeberang.
“Saya tidak takut untuk menghentikan pengerjaan jembatan itu. Saya bukan menghalangi, tapi harus ada kepastian dulu dari Pemkab Berau, guna keselamatan masyarakat. Jangan sampai tunggu ada korban baru sibuk dan saling menyalahkan,” tegasnya.
Politikus NasDem ini juga menilai, sejak satu tahun lalu pemkab terkesan cuek atas rencana pembongkaran jembatan. Bahkan pengadaan LCT sampai harus ditarik ke provinsi, yang sebenarnya di awal merupakan tanggung jawab pemkab. Padahal diingatkannya, Pemkab memiliki anggaran yang cukup besar untuk menyediakan penyeberangan yang memadai dan aman.
“Seharusnya sudah ada langkah pasti dari setahun lalu. Pengecekan baru dilakukan menjelang penutupan. Simulasi hanya satu kali. Keselamatan masyarakat dijadikan nomor dua. Jangan sampai timbul kata-kata yang penting proyek jalan,” tambahnya.
Kemarahan Madri Pani semakin memuncak, saat mendengar kabar bahwa ada warga yang pingsan saat antre. Ia mengatakan, seharusnya pemkab sudah bisa antisipasi hal ini, dengan menyediakan tempat berteduh. Bayangkan saja, masyarakat antre sejak pagi hingga siang hari, dengan cuaca cukup terik. “Daya tahan tubuh manusia berbeda. Saya akui, saya kecewa dengan pemkab,” tuturnya.
Sementara itu Asisten I Setkab Berau, Hendratno, mengaku belum bisa berkomentar banyak, namun masukan dari DPRD Berau, dipastikannya akan disampaikan kepada pimpinan daerah, guna mendukung suksesnya perbaikan Jembatan Sambaliung. “Iya saya pasti akan sampaikan,” katanya.
Dia hanya menyebut ada opsi yang diberikan oleh Pemda yakni penambahan dermaga dan penambahan armada LCT hingga memanfaatkan speedboat dari OPD terkait guna membantu arus mobilitas masyarakat.
“Opsinya sudah dibeberkan wabup. Namun kami pastikan akan terus evaluasi setiap harinya,” singkatnya. (aky/hmd/sam)