ALHAMDULILLAH sampai hari ini, belum ada warga yang akan dimakamkan di Sambaliung. Itu kata teman di Sambaliung, yang menangani setiap prosesi pemakaman.
Karena belum ada, Ia tak bisa menggambarkan bagaimana SOP yang ada di lokasi penyeberangan, bila ada jenazah yang akan dimakamkan di Sambaliung. Begitupun bila ada warga yang sakit, dan harus segera dibawa pada tengah malam sekalipun.
Teman saya itu namanya Iwan. Rumahnya di Sambaliung. Sejak penutupan jembatan, tak pernah lagi tiba di warung pojok lebih awal. Hari Kamis (8/5) kemarin, datang sekitar jam 11.00 wita. Mengendarai motor matic.
Terpaksa istirahat bawa mobil, kata dia. Tak ada pilihan lain. Selama jembatan belum selesai dikerjakan, selama itu pula istirahat naik mobil. Tapi ke warung pojok, wajib hadir, tambahnya.
Ia menceriterakan bagaimana situasi di sisi Sambaliung. Mulai sibuknya melayani anak sekolah yang harus menyeberang ke Tanjung Redeb. Begitupun dengan para ASN sejak pagi sudah ada di dermaga.
Di dermaga wisata, suasananya sama seperti hari-hari sebelumnya. Yang tampak beda, halaman parkir dipenuhi kendaraan mobil dan motor. Pemiliknya yang tinggal di Sambalung, memilih menitipkan kendaraan mereka di halaman dermaga.
Sore hari, kemarin, saya hadir di dermaga wisata. Melihat aktivitas warga yang akan menyeberang dari dan ke Tanjung Redeb. Jumpa dengan Pak Hendratmo, asisten I yang terus memantau setiap detik kegiatan yang ada di lokasi penyeberangan.
Pagi saya di penyeberangan mobil, sore hari di dermaga wisata, kata mantan Kabag Humas Pemkab. Ia mengawasi pergerakan angkutan agar tetap lancar. Beberapa petugas juga hadir bersama aparat polisi.
Yang rawan itu pergerakan angkutan sungai di malam hari, kata Hendratmo. Di situasi seperti itu, harus benar-benar dalam pengawasan. Baik kondisi angkutan, kondisi motoris dan jumlah penumpang yang dibawa agar tidak melebihi kapasitas.
Ada Ibu Maulidiyah, asisten III, ada kadis Perkebunan, melakukan pertemuan singkat di Dermaga Wisata. Saya membayangkan, salah satu yang dibahas adalah kebutuhan bahan bakar untuk operasional speedboat. Tak ada pilihan, perusahaan yang ada di daerah, harusnya ikut cawe-cawe membantu petugas. Khususnya bantuan pasokan bahan bakar.
Speedboat plat merah, diakui memiliki keterbatasan bahan bakar untuk operasional. Sementara angkutan ini bergerak selama 12 jam penuh di siang hari. Belum lagi yang ditugaskan siaga di malam hari. Tentu memerlukan banyak bahan bakar.
Ia juga meminta pada jajaran dinas kesehatan maupun Puskesmas di Sambaliung, agar tetap siaga dalam mengantisipasi situasi. Siapa tahu ada warga yang mau dirujuk ke rumah sakit di tengah malam, segera dilakukan koordinasi di lapangan.
Mencermati pergerakan penumpang, agaknya dua atau tiga jam di pagi hari maupun dua jam menjelang senja itu terjadi tumpukan penumpang. Di waktu-waktu itulah, diperlukan armada yang cukup. Kalau siang, jumlah warga yang ingin menyeberang, tidak terlalu banyak.
Oh iya, sahabat saya Pak Rusli, yang tinggal di Sambaliung, jumpa pagi kemarin. Dia berjalan kaki bersama sang istri dari Dermaga Wisata. Kantornya di Inspektorat, lumayan dekat dengan dermaga, sehingga memilih berjalan kaki saja.
Ada hikmahnya juga situasi ini, sampean tambah mesra, kata saya. Kami bertemu di ujung Jalan Aminuddin disaat olahraga pagi. Dari jauh, Pak Rusdi sudah senyum-senyum menggandeng istri tercinta. Kami jalan kaki saja, sekalian olahraga, kata Pak Rusdi.
Kalau pekerjaan jembatan berlangsung empat bulan, maka selama itu pula melalui jalur kemesraan berdua. Dari sambaliung naik perahu ketinting dan dilanjutkan berjalan kaki ke kantor. Ternyata asyik juga Pak Daeng, kata Pak Rusli sambil tersenyum. (*/sam)
@cds_daengsikra