TANJUNG REDEB – PT Dwiwira Lestari Jaya (DLJ) menyesalkan aksi mogok yang dilakukan beberapa pekerjanya. Selain menghambat operasional perusahaan, aksi mogok tersebut dapat merugikan, bukan hanya perusahaan, melainkan juga para pekerja dan keluarganya.
HRD Head PT DLJ Bima Ariaseta menjelaskan, selama ini perseroan selalu taat dan mematuhi regulasi ketenagakerjaan yang ada. Ia sangat menyayangkan aksi mogok kerja tersebut, sebab selama ini PT DLJ sangat terbuka atas masukan dan kritikan dari pekerjanya. Bahkan perusahaan ujar dia, sudah berusaha maksimal untuk mengajak karyawan yang mogok untuk kembali bekerja.
Terkait tuntutan beberapa pekerja soal istirahat panjang dan lembur, Bima memastikan perseroan telah melaksanakan aturan tersebut sesuai dengan ketentuan ketenagakerjaan.
“Dalam UU Cipta Kerja, pelaksanaan istirahat panjang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. DLJ memiliki ketentuan istirahat panjang yang diatur dalam peraturan perusahaan,” jelas Bima kepada Berau Post kemarin (19/6). Termasuk soal upah lembur, Bima menjelaskan peraturan perusahaan juga telah mengatur hal tersebut sesuai dengan aturan ketenagakerjaan yang berlaku.
“Perusahaan dengan itikad baik telah mengimbau para pekerja untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan ini sesuai dengan prosedur yang berlaku. Ini juga sesuai dengan kesimpulan pada saat pertemuan pada 26 Mei 2023 di Kantor Disnaker Berau,” sambung Bima.
Mogok kerja berlangsung sejak 30 Mei lalu. Bima menjelaskan, selama aksi mogok perusahaan telah melakukan pemanggilan secara patut dan tertulis kepada pekerja yang mogok untuk kembali bekerja sebanyak dua kali, yaitu pada 31 Mei, dan 5 Juni 2023.
Pemanggilan tersebut dilakukan dalam rangka menaati Kepmenaker No: 232/MEN/2003. Selanjutnya mengacu pasal 6 Keputusan Menteri tersebut, pekerja yang tidak memenuhi pemanggilan dari perusahaan untuk kembali bekerja maka dianggap mengundurkan diri.
“Kami memastikan seluruh pekerja akan mendapatkan hak-haknya sesuai dengan ketentuan regulasi ketenagakerjaan yang ada,” kata Bima.
Ia mengatakan, pihaknya berupaya memanggil 192 karyawan tersebut, melalui beberapa surat pemanggilan, namun mereka tetap keukeuh dengan keputusannya. Sedangkan manajemen juga memikirkan produksi.
“Belum ada jalan tengahnya. Kami sudah berupaya mempertahankan mereka,” tutupnya.
Sebelumnya, sebanyak 192 karyawan PT DLJ Site Biatan Lempake, harus menerima pemutusan hubungan kerja (PHK) dari pihak perusahaan.
SK PHK tersebut keluar pada Rabu (7/6) lalu. Karena ratusan pekerja tersebut dianggap tidak masuk kerja selama tujuh hari berturut-turut. Yakni sejak 30 Mei hingga 7 Juni lalu.
Wakil Ketua DPC FBI se-Kabupaten Berau Jefry menegaskan, PHK yang dilakukan pihak perusahaan bersifat sepihak. Sebab tudingan tidak masuk kerja yang dijadikan dasar perusahaan, merupakan aksi mogok kerja yang dilakukan ratusan karyawan. Hal itu pun sangat disayangkan. “Mogok kerja yang dilakukan para pekerja tersebut merupakan mogok resmi atau sah dan dijalankan sesuai regulasi yang berlaku,” katanya, Jumat (16/6).
Dijelaskan Jefry, prosedur mogok kerja tersebut telah dianggap benar dan sah. Pasalnya, 10 hari sebelum mogok kerja, para pekerja telah menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada manajemen perusahaan maupun Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau. Kemudian, surat pemberitahuan itu pun sudah dikeluarkan. Ketiga, yang berhak melakukan mogok kerja hanya merupakan pengurus serikat, PK, dan pekerja dalam perusahaan itu, karena terdapat persoalan antara pekerja dan pemberi kerja. Keempat, mogok kerja dilakukan selama 30 hari dan itu disampaikan secara tertulis. Kelima, mogok kerja itu dipandang resmi jika selama aksi mogok terjadi, tidak ada tindakan kriminal yang dilakukan oleh para pekerja, seperti merusak fasilitas-fasilitas perusahaan. “Semua syarat telah terpenuhi. Jadi tidak ada yang salah di sini (aksi mogok kerja ratusan karyawan),” tegasnya. (hmd/udi)