TANJUNG REDEB - Dunia pertambangan batu bara memasuki masa terpuruk. Harga jual batu bara terjun bebas dari perbandingan Tahun 2022 di harga 390 USD hingga 400 USD, kini mengalami penurunan pada Juni 2023 bertengger di angka 148 USD.
Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Kalimantan Timur, Ahmad Helmy, menuturkan, terjunnya harga batu bara disebabkan beberapa negara pemasok batu bara tengah kesulitan.
“Menurut pendapat saya, tren penurunan (harga) batu bara ini karena pertama di dunia ini pemasok seperti Tiongkok dan Rusia secara ekonomi sedang lesu,” ujarnya, kemarin (8/8).
Menurutnya, inflasi yang tinggi juga memengaruhi daya beli, sehingga produksinya berdampak kepada kebutuhan energi dan menurunnya produksi. “Karena ekonominya lesu, produksi permintaannya dari Tiongkok itu juga turun. Begitu juga dengan India, kondisinya sama,” jelasnya.
Selain itu, peralihan musim dari musim dingin ke musim panas ikut memengaruhi tren penurunan harga batu bara. Sebab, ketika musim dingin memerlukan banyak energi, sehingga kini turun. Juga karena gas alam turun di skala dunia sangat memengaruhi sekali kepada penambang-penambang yang tidak berkelanjutan.
Namun, produsen energi seperti Kaltim Prima Coal hingga Bayan Resource dinilai tidak terlalu terdampak. Sebab, produsen akan menaikkan produksi untuk menghasilkan pemasukan yang lebih besar.
“Kecuali dia itu penambang kecil, GAR rendah (tentu) terkapar. Walaupun harga itu bisa turun lagi, tapi sehari dua hari, bahkan seminggu ini naik 2 persen,” ujarnya.
Produsen batu bara dengan kualitas GAR rendah disebutnya akan sangat merasakan dampak dari tren penurunan barga batu bara. Sebab, penurunan harganya lebih drastis dibandingkan batu bara dengan GAR tinggi. “Jadi kalau misalkan Juni 128 USD, kalau per beberapa hari lalu itu hanya 40 USD,” terangnya.
Dengan demikian, penambang dengan GAR rendah bisa saja menurunkan produksinya, bahkan terancam tidak bisa berniaga kembali. Apalagi memasuki masa kering, hal itu diragukan apakah bisa meningkat lagi atau tidak. Dampaknya akan memperlambat perputaran ekonomi di masyarakat. Karena secara tidak langsung, pendapatan masyarakat dari sektor batu bara masih mendominasi perputaran ekonomi di beberapa daerah di Kaltim.
Dalam penerapan harga sendiri, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM mengambil rujukan harga batu bara di Newcastle. Dijelaskannya, untuk mencari celah agar harga jual batu bara bisa naik diakui cukup sulit. “Karena dulu kan ada pengaruhnya perang Ukraina, waktu itu musim dingin dan Ukraina perang,” ujarnya.
Pemantauan pemerintah di produsen batu bara juga dinilainya tidak terlalu memengaruhi harga batu bara. Sebab, misalnya di tingkat pemerintahan provinsi, dinas-dinas hanya bertugas memberi bantuan.
“Kalau operasional pengawasan tidak berpengaruh, karena sudah dibiayai pemerintah. Seharusnya tidak berpengaruh, mau harga tinggi atau rendah sama, dia wajib melakukan pengawasan dan pembinaan oleh inspektur tambang,” jelasnya. (*/sen/sam)