TANJUNG REDEB - Pada 2025, para petani diwajibkan memiliki sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sehingga bisa menjual tandan buah segarnya. Oleh sebabnya, Dinas Perkebunan Berau mendorong petani-petani sawit mandiri untuk segera memperoleh Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB), sehingga bisa mendapatkan sertifikasi ISPO.
Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Berau, Lita Handini, menyebut, sejauh ini baru 129 petani sawit mandiri yang memiliki STDB. Targetnya, tahun ini pihaknya akan menerbitkan 500 STDB. Dalam kepengurusan itu pihaknya dibantu oleh berbagai Non Goverment Organization (NGO) untuk mendampingi dan mendorong petani memiliki STDB. “Masih banyak petani yang belum mau mengurus STDB. STDB menjadi persyaratan utama untuk mendapat ISPO. Di Berau sendiri belum ada yang memiliki ISPO, tapi kalau perusahaan semua sudah punya,” tuturnya.
Kendalanya dikatakan Lita, banyak petani mandiri yang bermasalah dengan lahannya. Seperti tidak memiliki surat kepemilikan lengkap, dan ada beberapa yang lahannya termasuk dalam kawasan hutan. Ada juga yang sudah memiliki tanah, tapi kepemilikan tanahnya belum diubah menjadi miliknya.
“Sehingga kami tidak bisa menerbitkan STDB. Tapi kami mencoba berkoordinasi dengan provinsi, adakah terborosan yang bisa dicapai. Misal pakai surat keterangan kampung atau bagaimana,” jelasnya.
Selain itu, yang menjadi kendala yakni hanya ada dua tenaga yang melakukan pemetaan. Sebab untuk memberikan STDB harus dipetakan titik koordinatnya, agar lebih jelas berapa luas lahan sawit yang dimiliki. “Tenaga kami hanya 2 orang saja untuk meneliti semua persyaratan. Makanya kami butuh bantuan pihak ketiga untuk membantu proses penerbitan STDB itu,” paparnya.
Lanjutnya, STDB juga sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan dari provinsi dan pusat. Memang diakuinya persyaratannya lebih banyak, yang saat ini dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Alokasinya khusus untuk petani sawit mandiri yang harus memiliki kelompok dan STDB. Petani yang sudah punya STDB itulah yang diprioritaskan untuk dapat bantuan dari BPDPKS,” ungkapnya.
Memang saat ini perkebunan masih menjadi prioritas pengembangan, karena menjadi salah satu penyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar di Berau. Yang mana utamanya yakni komoditas sawit. Tapi pemerintah daerah menilai sawit sudah mampu mandiri, karena itu Pemkab Berau tidak lagi memberikan bantuan pengembangan sawit. “Sampai saat ini penerbitan PDRB masih berproses, mudah-mudahan target itu bisa tercapai,” pungkasnya. (*/sen/sam)