TANJUNG REDEB - Pemerintah Kabupaten Berau melalui Dinas Perkebunan (Disbun), terus berupaya meningkatkan jumlah luasan tanaman Kakao di Berau karena dinilai menjadi potensi yang sangat harus dijaga dan dikembangkan secara maksimal.
Di sela kegiatan, Bupati Berau, Sri Juniarsih, mengatakan, kakao Berau terutama yang dikelola oleh masyarakat di Kampung Merasa, Kelay, sudah dikenal mendunia, bahkan sudah dikirim ke beberapa negara.
Banyak cokelat di daerah lain, tetapi mereka rebutan untuk memesan cokelat di Kalimantan Timur, khususnya di Berau. Sehingga pihaknya berpesan kepada masyarakat untuk semangat menanam kakao, karena merupakan potensi Bumi Batiwakkal yang menjanjikan.
“Tentu saja kami juga akan terus mendorong para petani maupun masyarakat setempat, supaya bisa memproduksi cokelat di Berau lebih semangat dan bisa menghasilkan ekonomi yang lebih baik ke depan,” ujar Juniarsih.
Untuk itu, bupati sangat mendorong khususnya para kepala kampung dan camat di Kelay untuk terus memaksimalkan potensi kampung, terutama dari sisi pariwisata dan ekonomi kreatif. Hal ini bisa dimulai dari pembuatan olahan makanan maupun kerajinan tangan, yang mungkin bisa menjadi daya tarik pengunjung untuk dibawa pulang sebagai buah tangan khas dari Kecamatan Kelay.
“Saya juga sangat mengharapkan peran aktif dari jajaran DPMK, dan seluruh perangkat terkait, termasuk pihak perusahaan swasta untuk bersamasama memberikan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat, khususnya pengembangan kakao,” bebernya.
Sementara Kepala Disbun Berau, Lita Handini, mengatakan, luasan tanaman saat ini terus mengalami penyusutan. Sejak tahun 2018 luasan tanaman Kakao mencapai 2.700 hektare, sekarang hanya tersisa seluas 1.000an hektare saja.
Sehingga pihaknya saat ini terus melakukan upaya-upaya strategis, agar lahan yang ada sekarang tidak lagi berkurang. “Banyak yang beralih taman, kebanyakan yang terjadi ialah beralih menjadi pekebun sawit,” ujar Lita.
Terlebih diakuinya, beberapa waktu ke belakang Berau telah menerima beberapa penghargaan terkait kakao Berau ini. Selain itu, kakao Bumi Batiwakkal ini juga sudah sangat dikenal orang. Tentu saja menjadi motivasi bagi pemerintah untuk melakukan upayaupaya agar kakao bisa terus berkembang.
“Saat ini hilir sudah berjalan, kualitas tidak diragukan, begitu juga pembeli atau peminatnya banyak. Namun kita masih terkendala di hulu yaitu petani semakin berkurang karena banyak yang beralih ke kelapa sawit,” jelasnya.
Hal ini pun disebutnya menjadi pekerjaan rumah. Pihaknya tentu harus memberikan pemahaman kepada para petani bahwa kakao juga lebih menguntungkan. Oleh sebab itu, Disbun harus punya inovasi, bagaimana pihaknya memberikan keyakinan bahwa tanam kakao bisa untung. “Saya mencontohkan, tanaman kakao setengah hektare kalau dikelola maksimal, hasilnya sama dengan punya sawit 4 hektare,” ungkapnya.
Menurutnya, menanam kakao perlu ketelatenan. Contoh petani di Kampung Rantau Panjang hanya punya seperempat hektare lahan kakao dengan 200 pohon kakao. Bisa panen setiap minggu 100 kilogram, dijual Rp 12 ribu per kilogram. Sebulan 4 kali panen bisa mendapatkan penghasilan Rp 4,8 juta. Itupun hanya kerja 4 jam setiap hari. “Kan lebih efisien waktu dengan hasil yang memuaskan,” katanya.
Di samping itu, Lita melanjutkan, ada penghasilan lain dari membuat bibit. Dari 100, 40 pohon khusus bibit. Tanam dari biji kakao 3 bulan disambung pucuk agar lebih cepat berbuah. 6 bulan jadi dijual Rp 29 ribu per bibit, bisa 4.000 bibit 6 bulan, setahun 8.000 bibit sama dengan Rp 160 juta penghasilan kotor, bersih sekitar Rp 100 juta.
“Jelas sangat menguntungkan. Kakao ini prospeknya jangka panjang, bisa berbuah hingga 30 tahun. Masih bisa diremajakan, tumbuh tunas baru dan tingginya rendah gampang dipanen,” terangnya.
Lita menuturkan, pihaknya telah melakuan pemetaan lahan kakao. Dari 1.093 hektare lahan Kakao di Kabupaten Berau, pihaknya memperoleh 500 hektare lahan untuk didata secara resmi. 500 hektare lahan itu dikatakannya kemudian akan dibuatkan SK sebagai kawasan pengembangan kakao di Berau.
“Area itu yang kami dukung untuk diberikan bantuan stimulan, pupuk, pendampingan petani melalui sekolah lapang. Bantuan racun kalau terserang hama. Kita berkolaborasi swasta yg membeli kakao petani. Agar membeli dengann harga menguntungkan petani. Kualitas baik 40 ribu per kilogram,” bebernya.
“Kita minta pihak swasta membimbing petani, melatih dan mengajari. Memberikan bantuan, juga pupuk bahan alami. Mereka yang menjemput kakao. Jadi tidak memberatkan petani menjual,” tutup. (mar/adv/sam)