SEPULUH hari lalu. Saya memesan sepatu lewat online. Sepatu sederhana yang harganya tidak sampai Rp 200 ribu. Barangnya sudah tiba, petugasnya tidak bisa antar ke rumah.
Kenapa mas? Begitu tanya saya lewat pesan WA. Dia tak bisa keliling mengantar barang pesanan kostumernya, dengan alasan yang sangat sederhana. Motornya kehabisan BBM. Kendaraan milik tukang antar barang itu, kehabisan BBM.
Mau beli, hampir semua penjual BBM di pinggir jalan, menuliskan kata habis dan dispensernya ditutup plastik. Pesan petugas pengantar barang. Kalau mau, barangnya diambil sendiri, sambil menyebut nama dan alamat kantornya.
Saya membayangkan, betapa kasihannya petugas pengantar barang dari perusahaan jasa tempatnya bekerja. Besok dan besoknya lagi, barang dari konsumennya pasti akan bertumpuk-tumpuk. Kalau BBM masih susah didapatkan, khususnya jenis pertalite, maka petugas itu tak bisa berkeliling. Termasuk ke rumah saya.
Soal langkanya BBM jenis Pertalite ini, juga jadi bahan obrolan di warung pojok. Kita kada bisa kemana-mana lagi, kata Iwan salah seorang pelanggan setia warung pojok. Kosong bukan berarti tidak ada sama sekali. Ada saja, hanya jenis Pertamax yang harganya lebih mahal.
Pengunjung warung pojok, yang ahli analisa situasi itu, mengaku sebetulnya minyak jenis itu tidaklah kosong. Tapi, sedang berlangsung dugaan spekulasi. Ini akibat pengumuman pemerintah, kalau awal September nanti harga BBM akan dinaikkan. Ini akibatnya, BBM langsung kosong di pasaran, kata Iwan.
Ada aksi cari untung. Ada aksi sengaja tidak menjual jenis yang paling dicari oleh pengguna kendaraan roda dua dan sebagian roda empat. Bayangkan, kalau ada ratusan ton stok yang tidak dipasarkan. Lalu, September benar-benar ada kenaikan harga. Bisa dihitung berapa pendapatan pengusaha BBM, dari selisih harga atas kenaikan itu.
Tanda-tanda sulitnya mendapat BBM jenis pertalite itu, sudah saya lihat tengah malam. Seperti biasa, saya mampir di salah satu pedagang yang juga menjual BBM menggunakan dispenser. Walaupun sebetulnya, isinya adalah BBM yang dibeli dengan jeriken.
Dispenser berwarna merah itu, terbungkus rapat dengan plastik warna cokelat. Lalu, ditempelkan tulisan dua kata Minyak Habis. Mungkin juga punya persediaan, tapi lagi-lagi, mereka ikut-ikut melakukan aksi cari untung. Kalau di tingkat agen dapat untung, setidaknya tingkat pengecer juga dapat untung.
Teman saya, Wawan melalui akun TikTok miliknya, berkeliling di sejumlah tempat penjualan BBM pinggir jalan. Mungkin ia hanya ingin tahu, apa betul kosongnya BBM jenis pertalite serempak di Tanjung Redeb. Bisa jadi juga, itu hanyalah alasan. Padahal, ia sendiri perlu untuk kendaraannya.
Pasti ada saja, karyawan perusahaan atau ASN yang tempat tinggalnya berjauhan dengan tempatnya bekerja, tidak masuk kantor dengan alasan kendaraannya tak ada BBM. Terutama yang tinggal di Teluk Bayur atau Gunung Tabur.
Walaupun para pejabat yang mendapatkan jatah kendaraan dinasnya. Biasanya hanya mengisi dengan jatah pertalite. Bukan jatah pertamax. Lalu, bagaimana dengan angkutan wisata dan angkutan usaha yang tujuannya ke Bidukbiduk? Mungkinkah mereka akan ikut terkendala?
Hari Selasa (29/8), salah satu kegiatan menyambut HUT Proklamasi, ada arak-arakan kendaraan hias. Mungkinkah akan berpengaruh pada peserta. Baik kendaraan dinas pemkab maupun kendaraan hias milik swasta yang ikut pawai. Khawatirnya, mobil sudah dihias, tapi lupa isi BBM.
Keman-mana mencari kosong pak daeng, kata Wawan usai berkeliling kota. Kita sabar saja, menunggu pengumuman rencana naiknya BBM di awal September. Buat sementara, tak apalah mengisi kendaraan dengan pertamax. Itu pun harus antre di SPBU. (*/sam)
@cds_daengsikra