TANJUNG REDEB - Salah satu fenomena kemarau yang mulai terlihat adalah turunnya debit air di Sungai Segah dan Sungai Kelay di Berau. Apalagi, sungai yang langsung bermuara ke laut itu menjadi jalur utama pelayaran bisnis di Kabupaten Berau.
Penurunan muka air itu menyebabkan kapal-kapal besar riskan melintas sehingga bisa terjadi kandas. Misalnya kapal pengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM) baru-baru ini.
Bahkan kata Kepala Kantor Unit Pelayanan Pelabuhan (KUPP) Kelas II Tanjung Redeb, Marsri Tulak, ada dua kapal pengangkut kontainer terlambat masuk selama dua hari dikarenakan menunggu air pasang baru bisa melintas. “Sebenarnya kapal mau tiga hari terlambat, saya juga berpikir jangan sampai suplai bahan kebutuhan juga terhambat,” paparnya Selasa (29/8).
Dijelaskannya, memang ketinggian air hanya atau Lower Water Spring (LWS) hanya 2,2 meter, kalau ditambah pasang baru bisa mencapai batas aman sekitar 4,5 meter ketinggian air. Sehingga dalam kondisi menunggu air pasang sebagian kapal menunggu di lokasi “Gedung Putih” atau di sekitar wilayah Kiani Kertas, Mangkajang. “Mau masuk tapi kandas, kita memang mengalami keterlambatan karena kandas,” ujarnya.
Beberapa titik dikatakan Marsri kerap menjadi hambatan ketika air surut, di antaranya adalah titik Maluang LWS 2,5 meter, titik Gurimbang LWS 3 meter serta titik Kelapa-Kelapa LWS 2,7 meter. Sehingganya, dengan ambang batas minimal 4,5 meter menyebabkan beberapa kapal besar sulit untuk masuk dan memilih menunggu. “Dalam pengaruh tidak pasang surut, atau LWS di Maluang hanya 2,5 Meter. Draft kapal minimal 4,5-4,7 meter untuk bisa melintas,” ujarnya.
Hal ini memang diakui bukanlah disebabkan faktor manusia, ini merupakan dampak dari alam yang tidak bisa dihindari. Apalagi, dikala hujan deras, dirinya juga merasa khawatir dengan arus deras. “Memang ini alam, kalau hujan terlalu deras saya juga takut aliran jadi deras sehingga kapal larut. Kita khawatir justru jembatan lagi terkena nanti,” ucapnya.
Namun, laporan terkait adanya kapal kandas di kantornya dikatakan minim. Sebab, pihaknya telah menerapkan kapal wajib pandu. Sehingga, mereka telah memiliki gambaran dengan metode-metode yang digunakan sehingga bisa menentukan kedalaman air.
“Kan sudah wajib pandu, kalau sekiranya air tidak memungkinkan mereka tidak izinkan. Daripada kandas itu berdampak nanti,” ujarnya.
Sejauh ini lanjut Marsri, kondisi masih cukup aman namun tetap harus mengedepankan kewaspadaan sehingga hal-hal yang tak diinginkan bisa dihindari dengan maksimal. Apalagi jadwal pasang surut sudah ada pedomannya, sehingga kapal-kapal sudah memahami kapan air akan pasang dan surut. Hal itu bisa membantu menghindari hal-hal tak diinginkan. “Mereka ada, pedomannya. Sehingga mereka tahu dan bisa mencegah hal-hal yang merugikan,” ujarnya.
Meski demikian, Marsri mengatakan, terdapat solusi lain yang bisa menjadi opsi, yaitu pengerukan dasar sungai sehingga bisa memiliki LWS yang dalam dan mampu dilintasi tanpa hambatan.
Namun, hal itu juga tak mudah dan murah. Tentu jika dirasa terdapat investor yang mampu melakukannya akan lebih baik, meski kondisi saat ini masih pada tahap bisa dimaklumi. “Kemungkinan memang mahal ya. Bahkan Kanal Panama juga terdampak apalagi kita. Cara itu (pengerukan, red) memang butuh anggaran tidak sedikit, mungkin bisa ratusan miliar. Kalau ada pengusaha yang bisa jadi investor akan lebih baik, memang belum terlalu genting, tapi kalau ada lebih aman,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite melanda Kabupaten Berau, Senin (28/8) disebut Sales Brand Manajer Rayon VI Katimtara, Gatot Subroto, karena salah satu kapal tongkang kandas. “Hari Sabtu (26/8) ada kapal tongkang yang kandas, sehingga tidak bisa sandar. Kapal tongkang tersebut baru bisa bergerak pada hari minggu, kapal sudah bisa sandar dan langsung melakukan pembongkaran,” beber Gatot.
Namun ditambahkannya, per hari ini, Senin (28/8) stok sudah aman untuk disalurkan kembali ke setiap SPBU. “Stok aman, hari ini (kemarin, red) kita salurkan kembali,” tutupnya. (*/sen/sam)