PENGGALAN bait lagu Vina Panduwinata. Di ujung kemarau panjang. Yang gersang dan menyakitkan. Kau datang menghantar sejuta kesejukan.
Masih ingat judul lagunya? Bujur, lagunya September Ceria. Kemarin itu persis di hari akhir bulan Agustus. Bagi ASN, akhir bulan adalah akhir kemarau panjang. Awal bulan September, ada kesejukan baru. Akan merasakan gaji yang bertambah 8 persen. Tambah sejuk rasanya.
Di akhir Agustus kemarin itu, menjadi akhir kemarau yang membuat sejuk bagi sejumlah ASN. Terutama yang namanya disebut dalam acara di Balai Mufakkat. Ya, ada pergeseran. Ada promosi jabatan.
Saya melihat daftarnya. Ada yang promosi menjadi sekretaris. Ada yang naik pangkat jadi kepala dinas. Ada yang duduk sebagai staf ahli. Dan, teman saya, dipromosikan jadi Kepala Bagian Prokopim. Saya lebih suka dengan sebutan kabag humas. Mereka yang hadir mengenakan jas lengkap, tentu akan sejuk hatinya. Senyumnya berbunga-bunga.
Pak Narto atau Sunarto, kini akhirnya duduk di kursi yang sudah lama ia idam-idamkan. Seingat saya. Setiap ada kabar akan dilakukan mutasi jabatan, dari gerbong ke gerbong berikutnya, Pak Narto selalu berharap bisa jadi penumpang. Dan, di akhr September itulah impiannya terwujud.
Selamat ya bosku, begitu pesan WA yang saya kirimkan ke telepon genggamnya. Butuh waktu 10 menit baru dapat balasan. Terima kasih, suhu disertai gambar terenyum, jawabnya. Ia pun menyebut minta petunjuk sebagai senior, agar perjalanannya sebagai kepala bagian, bisa lancar.
Saya hanya memberikan catatan. Bahwa, sebagai kepala bagian Prokopim itu, bukanlah pekerjaan ringan. Bukan hanya sekadar mengatur jadwal kegiatan pimpinan. Tapi, harus memiliki referensi wawasan yang luas. Terutama wawasan tentang daerah. Ringkasnya, harus banyak belajar dan membangun komunikasi.
Biasanya di warung pojok, setiap kegiatan mutasi jabatan, ada saja yang membahas siapa dan ditempatkan dimana. Kemarin itu, walau pengunjung warung tahu, namun tak ada komentar sama sekali. Mungkin tidak tertarik, atau bisa saja tak ada yang perlu dikomentari.
Para pekerja jurnalis, sudah tahu akan ada pergantian. Namun, mereka belum dapat bocoran, siapa yang bakal duduk di Porkopim itu. Makanya, mereka menanti-nanti. Wartawan ini tajam analisanya. Hapal, bagaimana kinerja banyak pejabat. Moga saja penggantinya lebih bagus, kata salah seorang wartawan online.
Para jurnalis itulah sebagai partner dan sekaligus sebagai sparring partner. Jadi harus bersikap luwes pada partner yang sesekali bisa berubah menjadi sparring partner. Jadi, kalau jurnalis sedikit mencubit, jangan dibawa perasaan alias baper. Santai saja lah.
Dari warung pojok, saya menerima pesan WA dari Pak Azis. Lengkapnya Azis Sakti. Kita ketemu di TKP biasa ya bosku, begitu pesan WA-nya. Dia itu wartawan yang sekarang masuk kelompok senior. Tulisannya tajam, apalagi bila membuat catatan pinggir. Dia juga yang sering gunakan istilah selesai bola-bola.
Kira-kira apa ya yang akan didiskusikan. Adakah hal penting? Atau sekadar kangen saja karena lama tak jumpa. Dulu Pak Azis itu musuh saya. Kami saling bermusuhan. Musuh dalam berita. Kami sering behajar-hajaran. Dan, ujungnya sama-sama mengangkat bendera putih.
Ia masih aktif sebagai salah satu pimpinan media cetak harian. Tapi, penampilannya sudah sangat berubah. Selalu tampil berbaju gamis. Seperti pertemuan kami di warung Hokky. Yang ia sebut TKP biasa.
Kami ngobrol santai saja. Ia mengisahkan lika-liku perjalanannya di dunia jurnalistik lima tahun terakhir, dunia yang pernah juga saya lakoni. Gaya bertuturnya masih seperti dulu. Masih teguh memegang prinsip jurnalisnya. Tempramennya tidak kendur.
Tidak salah, ia memiliki nama Azis Sakti. Yang perkasa dan sakti. Dari perbincangan kami hampir dua jam di warung Hokky, saya melihat tak ada yang berubah. Hanya saja sekarang, ia tambah sakti. (*/sam)
@cds_daengsikra