MINGGU (3/8). Berharap hujan lebat. Sayangnya, hanya diberi gerimis tidak merata. Meski hanya gerimis, adalah kesejukan pagi-pagi di akhir pekan.
Belum lama di warung pojok. Teh susu belum separuhnya. Cerita tersisa tentang mutasi pejabat beberapa hari lalu, belum tuntas. Cerita sekitar penempatan pejabat yang dinilai kurang pas.
Ada yang ditempatkan di instansi yang sama sekali baru, sementara latar belakang perjalanan karier sang pejabat sangatlah teknis terkait perencanaan dan pengaggaran. Tiba-tiba dipindahkan ke kantor yang urusannya tenaga kerja. Nda masalah kah itu nanti, tanya salah seorang pengunjung warung yang bukan ASN.
Saya tidak tertarik membahas soal itu. Ada yang lebih kompeten menjelaskan. Memilih panggilan telepon Pak Agus Pancau, menikmati sarapan pagi nasi kuning depan Masjid Baitul Hikmah. Meninggalkan teh susu yang tersisa setengah gelas.
Warung milik sahabat saya Pak Ismail, sebetulnya sudah lama. Saya saja yang belum pernah mampir. Apalagi, ada kalimat Pak Agus menyebut kalau nasi kuningnya nyaman. Langsung saja bergerak di tengah gerimis hujan.
Di depan warung, banyak kendaraan parkir. Pasti bukan hanya Pak Agus. Ada mobil yang dipenuhi gambar Garuda. Saya tahu, itu pasti mobil Pak Rusiyanto (Kiang). Ada mobil Daeng Iccang dan bos Partai Demokrat Berau, Haji Makruf.
Apa iya mereka berkumpul, merespons apa yang berkembang dua hari terakhir, soal deklarasi pasangan capres dan wacapres 2024. Bisa jadi iya, bisa juga hanya pertemuan biasa.
Tiga meja terisi penuh. Satu meja diisi para petinggi Partai Gerindra dan Demokrat. Ada meja diisi pengurus PAN. Dan, satu meja lagi, diisi mereka yang aktif kegiatan pertambangan. Tema cerita mereka berbeda.
Saya pilih saja kursi netral. Bisa mengikuti cerita petinggi Partai Gerindra dan Demokrat dari kejauhan saja. Sesekali ikut nyeletuk, andai mereka berhasil lolos ke gedung DPR-RI Senayan, Jakarta dan gedung DPRD di Karang Paci, Samarinda.
Sambil menikmati nasi kuning, mendengar cerita heboh dua meja. Cerita bagaimana strategi agar berhasil mengumpulkan suara. Bagaimana agar Daeng Iccang bisa duduk lagi. Bagimana Pak Makruf, yang ingin melangkah ke DPRD Provinsi. Dan, Rusianto yang bertekad hadir di Senayan.
Sebagai warga, saya pasti mendukung agar mereka berhasil. Sebab, saya menyaksikan bagaimana perjuangan mereka meraih suara. Bagaimana upaya yang dilakukan bertahun-tahun, memelihara konstituen yang memilih dia sebelumnya.
Termasuk, mendukung apa yang dilakukan Pak Agus, Iyan Gimbal dan Pak Jangkar yang ingin mendapatkan perubahan hidup. Mereka inilah sebetulnya yang punya motto perubahan. Seperti yang digaungkan Pak Anis Baswedan, Capres Partai NasDem. Kita ini bekerja, bagaimana ada perubahan dalam hidup, agar jadi lebih baik, kata Iyan Gimbal.
Pertemuan yang saya sebut koalisi nasi kuning, di pagi hari. Berlanjut koalisi lain di sore hari. Koalisi yang mengambil tempat di teras Kafe Soe kawasan Hotel Palmy. Tanpa janjian, saya datang saja. Igin menikmati Bakpao isi kacang dan segelas cokelat susu.
Ada Pak Madri Pani, Ketua DPRD dari Partai Nasdem. Ia dikelilingi anak muda yang punya analisa kuat dan kritis. Ya, yang dibahas juga soal deklarasi pasangan Anis Baswedan dan Cak Imin. Ini pasti seru. Beda di koalisi Nasi kuning yang tidak dihadiri satu pun anggota dari NasDem. Jadi, kurang hangat diskusinya.
Di teras Coffee Soe, Pak Madri menjelaskan proses berlangsungnya deklarasi capres yang diusung partainya. Yang lain mendengarkan. Namun sesekali saya melihat dibantah oleh para anak muda dalam diskusi di teras itu.
Saya hanya duduk bersama Bilhaki dan Fery Bahagia. Mencermati mereka yang keluar masuk kafe. Ada yang hanya ingin duduk menikmati minuman mereka. Ada juga yang ingin memugarkan diri dengan Gym yang ada di lantai dua.
Sesekali saya curi pandang, dengan gadis berbaju kuning dari balik kaca. Putih dan halus kulitnya Pak Daeng, kata Fery Bahagia. (*/sam)
@cds_daengsikra