PENELITIAN menyebutkan, menangis bisa merangsang produksi hormon endorfin. Hormon yang yang dapat membuat merasa lebih baik, mengurangi rasa sakit dan meredakan stres.
Waktu usia SMP dulu. Saya paling sering menangis. Pertama, menangis karena tidak bisa masuk bioskop untuk menonton film India. Film yang populer saat itu, judulnya Kati Patang artinya layang-layang putus.
Di depan pintu, saya memperlihatkan wajah memelas. Agar, penonton lainnya bisa mengajak saya ikut dengannya. Strategi saya berhasil. Ada yang mengajak ikut. Dan, menontonlah saya film India itu.
Duduk paling depan, dengan posisi kepala mendongak. Sesekali menunduk, sambil menelan ludah. Dari awal, film yang menceriterakan penderitaan seorang anak dari keluarga miskin. Waktu itu, film India banyak mengeksploitasi penderitaan dan kemiskinan termasuk derita anak tiri.
Bisa dibayangkan. Seisi bioskop yang namanya Ampera, sesunggukan. Tangan kanan dan kiri saya, tak habis-habisnya menyeka air mata. Terharu dengan cerita yang saya baca dari teks film itu. Karena suka, saya menyaksikan film itu berkali-kali. Dan setiap mau masuk, strategi wajah memelas di depan pintu masuk.
Teman saya, yang sama-sama dari Sulawesi Selatan, bercerita sambil meneteskan air matanya. Rupanya ia baru saja menyaksikan sebuah film yang bercerita seorang pria yang ditolak cintanya karena kedudukan kasta. Judul filmnya Tenri. Ceritanya seru, daeng, kata teman saya itu.
Saya pun bercerita padanya, juga pernah menangis di usia yang sudah tua ini. Saya menyaksikan film panjang judulnya Badik Titipan Ayah. Kebetulan pemerannya teman saya. Lasmi dan Aspar Paturusi. Sama serunya denga film Tenri.
Pak Oetomo Lianto (Aliang) sahabat saya itu. Juga pernah menjalani masa sulit. Mulai ketika menetap di Teluk Bayur, hingga menempati rumah sederhana di kawasan Jalan Niaga.
Sekali waktu, ia menceritakan bagaimana perjalaan hidupnya. Bersama orang tua dan adik-adiknya. Yang paling tak bisa ia lupakan, ketika waktunya makan, namun tak ada lauk menemani makan malamnya.
Bagaimana mengatasinya. Ada ayam yang sedang mengerami telurnya. Baru beberapa hari. Dan, telur ayam yang dierami itulah yang ia goreng (dadar) tipis, agar bisa merata dinikmati.
Pak Aliang bercerita sambil sedikit tersenyum. Tapi, ia tak mampu menyembunyikan kesedihannya. Matanya berkaca-kaca. Mungkin karena sama-sama sudah berusia tak lagi muda, sehingga Pak Aliang dan saya, malu untuk menangis.
Pun ketika bos Temas, Ahong saat kami berkumpul di teras kopi Soe hingga larut malam Minggu (4/9). Mengisahkan perjalanan hidupnya. Mungkin seperlima dari kisahnya, saya masih bisa menyaksikan.
Ia bercerita, kisah hidupnya yang tak sempat saya saksikan. Sebuah perjalanan hidup yang menyedihkan. Saya sebetulnya diam-diam merasakan kesedihan suasana batin seorang Ahong yang bertubuh besar.
Perjalanan hidup yang keras, memang harus kita jalani, Daeng, begitu kata Ahong di teras kopi Soe, bersama enam orang lainnya, yang juga sahabat-sahabatnya sejak lama. Ia bersyukur, setelah ditempa perjalanan menyedihkan. Ia kini terbilang sukses.
Semuanya saya jalani Lillahi Taala, kata Ahong. Dulu, saat ia dalam kesulitan, tak ada tempatnya mengadu. Tahu tidak saya kemana? kata Ahong. Saya seharian di masjid Agung Baitul Hikmah, memohon petunjuk Allah, agar bisa keluar dari kesulitan yang menghimpitnya, kata dia.
Sudah sukses, ia tak lupa bersedekah dengan konsep 80 dan dua puluh. Maksudnya, bila mendapatkan sesuatu hasil. Ia hanya mengambil dua puluh bagian. Delapan puluh bagian untuk orang lain. Terutama, ribuan anak yatim piatu yang ada di pondok pesantren di Probolinggo Jawa Timur. Itulah tabungan akhirat saya, kata Ahong.
Lagi-lagi, karena menuturkan penggalan kisah hidupnya, dengan flash back yang lengkap, mungkin ia menahan air matanya atas kesedihan hidup yang ia lewati. Ia sekuat tenaga agar tidak menangis. Andai dia menangis, air mata saya pun akan ikut berderai.
Kemarin Senin (4/9) itu, beredar video singkat di medsos seorang pejabat yang pidato sambil menangis sesenggukan. Apa makna air matanya? Mungkinkah sama dengan hasil penelitian agar merasa lebih enak? Agar merasa lebih baik, dalam mengurangi rasa sakit dan meredakan stres. Atau, ada yang menyuruh dia lebih banyak menangis di depan umum. Hanya pemilik tangis yang tahu.
Dan, pagi-pagi saya mengirimkan ucapan selamat ulang tahun, pada anak saya. Dia sedang menjalani kuliah di salah satu perguruan tinggi di Jawa Timur. Selamat ulang tahun, pesan saya lewat wa. Ia tidak menjawab, hanya mengirimkan emoji gambar menangis. Dan, saya jawab lagi, jangan menangis anakku. (*/sam)
@cds_daengsikra