TANJUNG REDEB - Makmur HAPK melalui keterangan resminya, mempertanyakan siapa yang keberatan dengan lokasi Bumi Perkemahan (Buper) Mayang Mangurai. Sebab, perusahaan tambang yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah tersebut disebutnya tidak pernah melayangkan keberatan terhadap pembentukannya.
“Bahkan di dalam lokasi perusahaan tersebut terdapat Pembangkit Listrik, masuknya itu saya bersama Pak Rifai yang menjembatani,” jelas Makmur pada Rabu (6/9).
Apalagi katanya, pemindahan Buper Mayang Mangurai di lokasi baru juga diberikan oleh perusahaan yang sama, hal ini lah yang membuat dirinya bertanya-tanya apa yang terjadi sebenarnya. Sebab di masa kepemimpinan Bupati Masdjuni dan dilanjut kepemimpinannya bersama wakilnya kala itu, Ahmad Rifai, tidak pernah mendapat komplain seperti itu.
“Bahkan kami sama-sama menjaga, baik pemerintah dan perusahaan. Tidak seperti sekarang, disalahkan,” ujarnya.
Diceritakannya, Buper Mayang Mangurai dibangun di antara tahun 2000 hingga 2001. Sedangkan terbitnya IUP perusahaan pertambangan di lokasi tersebut pada tahun 2002. Kala itu, Ketua Majelis Pembimbing Cabang (Mabicab) Berau, Almarhum Bupati Masdjuni dan Makmur sebagai Wakil Bupati, kala itu sebagai Ketua Kwartir Cabang (Kwarcab) Berau diminta membangun Bumi Perkemahan yang disiapkan sebagai tuan rumah Jambore Provinsi Kaltim.
Sekembalinya ke Berau usai dari Kota Bintang, selanjutnya mengundang PT Inhutani yang dipimpin oleh Ir Rizal untuk berkolaborasi membangun Buper Mayang Mangurai. Setelah dibangun, Buper Mayang Mangurai diresmikan dan membuka Jambore Provinsi oleh Gubernur Kaltim Yurnalis Ngayoh.
“Selesai kami menjabat, kwarcab dilanjutkan oleh Mansyah Kelana. Semua fasilitas itu dipelihara bahkan ditambah fasilitas pendukung seperti kolam ikan, listrik, sumur bor, hingga penjagaan,” paparnya.
Pernyataan ini pun dilontarkannya, menyusul adanya penjelasan pemindahan lokasi Bumi Perkemahan Mayang Mangurai disebabkan adanya IUP di lokasi tersebut dan menyebut agar permasalahan sebelumnya tidak terulang kembali, hal itu disebut tak menjadi pembelajaran bagi pengurus.
“Untuk diketahui, IUP tersebut dikeluarkan oleh Pemda Tingkat II sesuai kewenangannya. Dan dalam pemberian izinnya setiap di dalamnya ada hak masyarakat umum harus diselesaikan. Serta fasilitas harus dijaga dan ikut dipelihara,” ungkapnya.
Misalnya saja, Makmur menceritakan bagaimana awal izin PT Berau Coal yang diterbitkan Pemerintah Pusat sebesar 300.000 Hektare bisa menciut menjadi 118.000 Hektare dalam perjalanannya. Sebab, dalam konsesi tersebut terdapat kepentingan umum dan masyarakat.
“Untuk diketahui, sebelum kepemimpinan saya dan pak Rifai berakhir, kami meminta tanah untuk kepentingan pembangunan Akademi Komunitas dan Sekolah unggulan seluas 5 Hektare ke pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan,” jelasnya.
Hal itu juga didukung PT Berau Coal dan telah terbit izin penggunaan lahan seluas 2,5 Hektare, kelengkapan administrasinya pun diselesaikan sehingga terbit Sertifi kat Hak Milik (SHM) bersama wakilnya Ahmad Rifai di masa kepemimpinan Badan Pertanahan Negara (BPN) oleh Umar Malabar.
“Apa yang saya kemukakan, sepanjang kita punya integritas ditopang kewenangan demi kepentingan masyarakat, tidak ada yang sulit,” tegasnya.
Makmur mengatakan, kepedulian perusahaan sebenarnya sangat aktif. Bahkan sebelum berakhir masa kepemimpinannya, dirinya bersama Ahmad Rifai ingin membangun rumah sakit berlokasi di tanah PT Inhutani. Diakui sudah melengkapi kajian dan pendanaannya, lalu hendak dipindahkan ke Sambaliung akhirnya tidak terwujud.
Kemudian, usai dirinya habis masa jabatan dan berlanjut ke pemimpin berikutnya. Pemkab Berau membeli tanah yang lokasinya tak jauh dari lokasi awal milik PT Inhutani namun tak termanfaatkan. “Akhirnya saat ini kembali ke tanah Inhutani lagi,” tuturnya.
Persoalan ini juga dinilai sama dengan sengkarut tanah Pemkab Berau di Masjid Agung Baitul Hikmah, yang dikatakannya dipermasalahkan oleh salah satu pejabat Pemkab Berau yang menggantikan dirinya.
“Bahkan diminta kepada BPK agar menjadi temuan, padahal saat itu belum terdaftar di aset. Pak Masdjuni sebagai ketua yayasan memberikan ini (lahan, red) untuk memperluas halaman masjid sehingga tidak lagi solat di jalan,” terangnya.
Makmur menyebut, kala itu yang menyatakan kepada dirinya bahwa sengkarut tanah Pemkab Berau di Masjid Agung dijadikan temuan adalah Almarhum Suryansyab dan BPK saat mereka berkunjung ke kediamannya. “Dan mereka pun bingung, apanya yang harus dijadikan temuan,” ujarnya.
Pada 18 April 2018, Makmur diundang untuk memberikan keterangan kepada DPRD Berau mewakili Ketua Yayasan Masjid Agung terkait informasi tanah tersebut. Makmur mengaku tenang dan yakin sebab seluruh dokumen masih tersimpan rapi dan aman yang diserahkan kepadanya oleh Istri Almarhum Masdjuni.
Untuk diketahui, Tanah Masjid Agung terdiri dari Lahan Pemkab Berau seluas 90 Meter x 150 Meter, Cuan Tanjung Raya merupakan wakaf dibeli masyarakat dengan luas lahan 50 Meter x 150 Meter, Ardiansyah Aji Ikrar Wakaf seluas 50 Meter x 90 Meter, Amin Suhadi merupakan wakaf dibeli masyarakat seluas 40 Meter x 70 Meter serta wakaf masyarakat per meter. “Untuk lahan Pemkab tersebut sampai sekarang ini belum diselesaikan oleh Pemkab Berau,” tegasnya.
Dirinya meminta, jika ada sesuatu hal yang akan dipublikasi kepada masyarakat mohon untuk diperhatikan dengan seksama. Di cek berulang kali, sebab dirinya sebagai pelaku sejarah masih hidup hingga saat ini. Dirinya juga mempersilahkan untuk bertanya kepada dirinya, jika tidak bisa kepada Ahmad Rifai.
“Sekali lagi, jangan sampai menggiring opini tidak benar kepada masyarakat. Seolah apa yang dilakukan di masa lampau tidak ada yang benar,” terangnya.
Dirinya juga menjelaskan, masih mengingat kepemimpinan Letkol Jayadi kemudian dilanjut Adji Masdar Jhon, Muhammad Armin. Bahkan, saat masa Arifin Saidi dirinya menjabat sebagai ASN di Pemkab Berau sebagai Kepala Bagian Umum, hingga mendampingi Masdjuni. “Yang kami semunya tidak sempat adalah kepemimpinan Sultan Sambaliung, Sultan Gunung Tabur, kepemimpinan Adji Raden Muhammad Ayoeb dan Yunus. Semua ini punga andil besar membangun Bumi Batiwakkal,” ujarnya. “Beliau itu tidak pernah membusungkan dada, tidak pamer. Sebab, apa yang diemban beliau adalah amanat rakyat. Bukan prestasi yang dielok-elokkan. Dan itu kewajiban yang harus dijalankan,” sambungnya.
Makmur berharap, sebagian kecil pembelajaran yang ia sampaikan bisa memjadi pelajaran dan pengetahuan yang berharap bagi selurub warga Kabupaten Berau tak terlepas juga dirinya sendiri. (*/sen/sam)