TANJUNG REDEB – Banyaknya praktik penangkapan ikan tak ramah lingkungan di perairan Kabupaten Berau, kembali menarik perhatian bupati dan ketua DPRD Berau.
Bupati Berau, Sri Juniarsih mengatakan untuk menekan oknum yang melakukan penangkapan ikan tak ramah lingkungan, perlu kolaborasi antara seluruh pihak. Sebab, pelaku harus ditindak tegas guna memberi efek jera kepada para oknum yang melakukan hal tersebut.
“Penangkapan ikan dengan cara tak ramah lingkungan itu sangat tidak dianjurkan, karena dapat merusak ekosistem yang ada di bawah laut,” ujarnya kepada awak media kemarin.
Hal senada dijelaskan, Ketua DPRD Berau, Madri Pani. Ia menilai illegal fishing dapat dicegah melalui menyejahterakan masyarakat yang berada di wilayah pesisir kabupaten paling utara Kaltim ini.
"Baik itu dibuatkan usaha tambak ikan atau memberi bantuan kelengkapan alat tangkapnya,” papar Madri.
Selain itu, dirinya menyebut operasional untuk TNI Angkatan Laut (TNI AL) harus ditingkatkan, baik itu melalui pemerintah pusat maupun provinsi. “Logikanya, pelaku menggunakan speed boat dengan mesin 400 PK, sedangkan speed boat TNI AL hanya 200 PK, bagaimana bisa untuk menangkap,” tegasnya.
Politisi partai NasDem itu mengungkapkan, pelaku illegal fishing tidak dapat diketahui secara pasti. Terlebih perairan Berau berbatasan dengan negara lain. “Bisa saja yang melakukan adalah nelayan dari Filipina atau negara tetangga lainnya, maka dari itu sarana dan prasarana patroli laut kita harus ditingkatkan," ucapnya.
Tak hanya legislatif dan eksekutif, Kapolres Berau, AKBP Steyven Jonly Manopo juga memberi peringatan keras terhadap pelaku illegal fishing. "Seluruh pihak harus segera melaporkan jika melihat aksi pengeboman ikan tersebut,” imbuhnya.
Dirinya tak ingin aktivitas ilegal itu merugikan para nelayan yang menangkap ikan dengan ramah lingkungan ke depannya. “Kami akan tindak tegas pelaku illegal fishing,” tegasnya.
Lebih lanjut, Fungsional Pengawas Perikanan Dinas Perikanan Berau, Budi Harianto menjelaskan, pihaknya bertugas menegakkan aturan, meski wilayah laut saat ini menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan pusat, setelah adanya aturan beberapa waktu lalu.
“Kewenangan sudah dibagi. Pemerintah provinsi memiliki kewenangan di perairan 0 sampai 12 mil, sementara pusat di atas 12 mil. Jika kami di daerah hanya sebatas perairan umum, seperti danau, waduk, rawa dan sungai,” paparnya.
Ia melanjutkan, keterbatasan kewenangan itu memengaruhi alokasi anggaran. Sebab, kabupaten tidak memiliki anggaran untuk melakukan patroli di daerah laut.
“Maka dari itu tanpa adanya kewenangan, anggaran yang diperuntukkan untuk pengawasan menjadi sangat terbatas,” bebernya.
Meski kewenangan dan anggaran terbatas, kata Budi, Dinas Perikanan Berau tetap berupaya maksimal mencegah illegal fishing melalui bersinergi dengan Polair Polres Berau dan Polair Polda Kaltim.
“Untuk mengatasi penangkapan ikan tak ramah lingkungan ini, kami akan melakukan perjanjian kerja sama dengan pemerintah provinsi pada tahun 2024 mendatang, dengan harapan mengurai kewenangan dan anggaran yang saat ini diatur provinsi,” tandasnya. (aky/arp)