MARATUA – Persoalan sampah di Pulau Maratua memantik perhatian sejumlah pihak. Salah satunya Maratua Peduli Lingkungan.
Ketua Maratua Peduli Lingkungan, Muhammad Ilyas mengatakan persoalan sampah di Maratua sudah menjadi keresahan masyarakat setempat. Meski begitu, dia menyadari masih ada masyarakat yang membuang sampah ke luat lepas.
"Sampah di Maratua ini selain berasal dari masyarakat Maratua sendiri, juga sering mendapatkan sampah kiriman dari luar daerah, bahkan luar negeri," ujarnya.
Dari persoalan itu, Ilyas beserta mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) membuat inovasi pengolahan sampah organik menggunakan magot yang berasal dari lalat tentara hitam atau Black Soldier Fly (BSF).
"Jadi karena sampah organik ini paling mudah diurai, maka kami coba cari solusinya dengan cara mengurai dengan magot," bebernya.
Magot merupakan larva dari lalat BSF, setelah menelur dan menjadi larva dan akan mengurai sampah organik yang dihasilkan masyarakat Maratua. "Jadi magot ini pemakan segala jenis bahan organik, seperti sisa makanan atau pun sisa buah-buahan yang sudah busuk. Dari sampah organik itu kita berikan kepada magot, tak butuh waktu lama sampah organik itu bisa habis dimakan magot," jelasnya.
Pengolahan menggunakan maggot ini sudah berjalan sejak 2020 lalu. Namun sempat terhenti karena banyak larva yang mati karena kurang perawatan. "Di tahun ini kami mendapat bibit lagi dari mahasiswa ITB, dulu juga dari mahasiswa ITB," tuturnya.
Dalam pelaksanaannya, pengolahan sampah ini masih dilaksanakan di Kampung Payung-Payung. Namun ke depannya, Ilyas bertekad untuk bisa memproduksi banyak larva maggot, supaya bisa mencakup lebih banyak lagi sampah dari masyarakat.
"Saat ini masih masyarakat sekitar saja, namun kedepannya kita bisa ke pengelola resort agar sampah organik tidak dibuang ke laut. Kasihkan ke kami saja untuk sampah organik, agar kami kelola jadi pakan magot," pungkasnya. (adm/arp)