TANJUNG REDEB – Dana aspirasi atau pokok pikiran (pokir) anggota DPRD Berau dalam bentuk program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), dianggap mengurangi efektivitas pengerjaan program prioritas pemerintah tersebut.
Kepala Bidang Perumahan, Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Berau, Juli Mahendra mengatakan, tidak efektivitasnya program tersebut karena metode pemilihan calon penerima berdasarkan rekomendasi anggota DPRD Berau. Akibatnya mempersulit program yang telah disusun pemerintah.
“Nah ini yang jadi masalah, karena lewat pokir. Jadi yang mana basis anggota dewan, itu yang mendapatkan rekomendasi,” katanya.
Dia menjelaskan, setiap tahun anggota dewan dan pihaknya sama-sama memiliki perencanaan kegiatan dengan daftar yang sama di sistem informasi pembangunan daerah (SIPD). Padahal data dari dinas, merupakan data yang telah diverifikasi oleh tim. Dengan persentase skala prioritas yang berbeda-beda.
Pada tahun ini, disebutkan data calon penerima BSPS mencapai 5 ribu Kepala Keluarga. Data tersebutlah yang masuk dalam skala prioritas. Namun, dari pihak anggota dewan memiliki data yang berbeda dengan sumber rekomendasi yang sama. Yakni dari pihak pemerintah kampung dan kecamatan.
“Nah data rekomendasi yang masuk ke Bapelitbang itu data yang anggarannya menggunakan pokir. Tapi itu memang masih butuh verifikasi informasi lagi," sebut dia.
Usulan dari badan pemerintah tersebut, disebutkannya mayoritas berasal dari anggaran pokir. Mengakibatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2024 program rumah layak huni yang berasal dari Disperkim hanya 24 saja dalam satu mata anggaran.
Kondisi itu membuat pihaknya dilema. Karena membuat dinas yang seharusnya maksimal menyerap anggaran pemerintah daerah, jadi tidak sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.
Di sisi lain, penggunaan anggaran pokir juga dianggap tidak menyalahi aturan. “Yang tercover hanya 24 rumah dari Disperkim,” imbuhnya.
Aktualisasi program prioritas pemerintah di lapangan pun kerap diprotes warga. Sebab, banyak warga yang seharusnya mendapatkan program tersebut, malah tidak dapat. Lantaran bukan menjadi bagian tim pemenangan anggota dewan tersebut.
“Kita tidak boleh tutup mata juga. Karena di lapangan di temui kalau program yang berasal dari pokir ini hanya mementingkan suara basis,” tegas dia.
Dirinya ingin agar terdapat kesesuaian data antara pengusul program dari dinas dan pihak anggota dewan. Sehingga dalam menuntaskan target program, mendapatkan angka kepuasan dalam pembangunan daerah yang bersentuhan langsung ke masyarakat.
“Jadi memang sebaiknya ada keselarasan data. Kami tidak masalah kalau pakai pokir. Tapi rujukan data tetap harus melalui dinas,” harapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua I, DPRD Berau Syarifatul Syadiah mengatakan, rumah layak huni merupakan program pemerintah. Di mana blue print dan acuannya adalah RPJMD.
Dalam RPJMD juga memuat visi misi bupati dan renstra OPD. Dari 18 program visi misi bupati salah satunya adalah pembangunan RLH. RPJMD telah disepakati antara bupati dan DPRD.
“Jadi jika RPJMD ingin tercapai, maka OPD yang melaksanakan program prioritas harus diberikan anggaran. Demikian juga dengan BSPS RLH ini yang merupakan program prioritas,” bebernya.
Ia melanjutkan, jika ada anggota DPRD yang mengusulkan RLH, dalam pokok pikirnya, menurut Sari (sapaan akrabnya,) sah saja dan tidak melanggar aturan. Karena pokir juga diatur dalam undang-undang.
“Setiap tahun DPRD selalu disurati bupati untuk menyampaikan pokok-pokok pikiran DPRD untuk diinput dalam RKPD,” bebernya.
Ia menambahkan, memang untuk anggota DPRD yang ingin memasukkan pokirnya di instansi, akan berkoordinasi dengan personel di instansi tersebut. Karena instansi sebagai pelaksana kegiatan.
“Saya harap ke depannya (anggota DPRD,red) bisa berkomunikasi lagi dengan instansi terkait,” tutupnya. (hmd/arp)