Daerah diberi kewenangan mengelola pajak bumi dan bangunan (PBB). Hasil dari pungutan itu 100 persen dinikmati daerah. Sejatinya itu bisa mengatasi persoalan fasilitas publik hingga infrastruktur jalan yang rusak.
ROMDANI, Balikpapan
PEMBAHASAN itu mengemuka dari Kepala Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kalimantan Timur dan Utara (Kaltimtara) Heru Narwanta. Selasa (7/10), manajemen Kaltim Post Group berkunjung ke Kantor DJP Kaltimtara di Balikpapan.
Rombongan media ini dipimpin Wakil Direktur Kaltim Post Supriyono, Direktur PT Percetakan Manuntung Press Wiji Winarko, Direktur KPFM Balikpapan Uray Yogi, dan Pemimpin Redaksi Kaltim Post Romdani.
Sementara dari jajaran DJP Kaltimtara, turut mendampingi Heru, Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Kanwil DJP Kaltimtara Teddy Hariyanto dan Kepala Bagian Umum Kanwil DJP Kaltimtara Sjarif Donofan Solaiman.
Heru kemudian melanjutkan obrolannya terkait PBB. Dia mencontoh Malaysia, yang bernama cukai pintu. Mengapa diberi nama cukai pintu? Di negeri jiran itu, pemberlakuan besaran PBB berdasarkan jumlah pintu. Semakin banyak pintu dan jendela di rumah tersebut, maka PBB yang mesti dibayarkan kian besar.
Di sana, anggaran untuk fasilitas publik dianggarkan lewat cukai pintu. Maka semestinya, PBB yang dipungut dari masyarakat, itu kembali ke masyarakat lewat pembenahan fasilitas publik. Seperti keberadaan infrastruktur jalan yang baik. “Jadi besaran tarif cukai pintu di Malaysia tiap tahunnya bisa berbeda-beda. Menyesuaikan keperluan pemerintah membenahi fasilitas publik,” ucap Heru.
Dia menilai, PBB yang dipungut dari masyarakat seharusnya dikunci untuk keperluan fasilitas publik. Bukan untuk membiayai keperluan honor atau gaji pegawai pemerintah.
Mirisnya lagi, kata dia, Kaltim sebagai daerah penghasil batu bara. Namun masih banyak ditemukan jalan rusak. Baik jalan berstatus milik nasional maupun daerah. Seperti saat dia mengunjungi Kutai Barat, akses ke sana cukup besar tantangannya. Masih banyak jalan yang rusak. Belum lagi infrastruktur yang lain. “Jadi memperbaiki fasilitas itu, selain lewat PBB. Juga bisa dari dana perimbangan,” sebutnya. Namun, Heru menekankan, mencapai itu semua, faktor kepemimpinan sangat menentukan.
TARGET PAJAK
Berdasarkan data DJP Kaltimtara, penerimaan pajak di Kaltim dan Kaltara hingga Senin (6/11), jumlahnya sudah mencapai Rp 34,06 triliun. Sudah mendekati target tahun ini sebesar Rp 34,21 triliun. “Saya sudah mengingatkan jajaran di DJP agar mengimbau kepada WP (wajib pajak) agar segera membayar pajak,” ucapnya.
Melihat tren penerimaan pajak tahun ini secara nasional, Kementerian Keuangan menaikkan target penerimaan. Di mana secara nasional targetnya sebesar Rp 1.718 triliun dinaikkan menjadi Rp 1.818 triliun.
Dengan begitu, target penerimaan pajak di DJP Kaltimtara juga ditambah. “Kami diberi target tambahan hingga akhir tahun sebesar Rp 6 triliun lagi,” katanya. Bila angka itu terealisasi, maka penerimaan pajak dari Kaltim-Kaltara tahun ini bisa mencapai Rp 40,21 triliun. Adapun, penerimaan pajak tahun lalu dari dua provinsi itu sebesar Rp 32 triliun.
Sementara untuk tahun depan, Heru menyebut, pihaknya belum menentukan target. Namun akan menyesuaikan harga batu bara yang turun. Mengingat sektor pertambangan memiliki kontribusi terbesar terhadap penerimaan pajak. “Tapi secara nasional, target penerimaan pajak tahun depan mesti lebih tinggi dari tahun ini,” bebernya.
Dia menegaskan, realisasi penerimaan pajak akan sangat berkorelasi dengan ekonomi di sebuah daerah. “Kalau ekonominya tumbuh positif, maka akan berdampak positif ke penerimaan pajak,” jelasnya.
Adapun sejumlah sektor yang punya kontribusi besar terhadap penerimaan pajak. Di antaranya pertambangan, keuangan, pertanian, perkebunan, perdagangan, industri pengolahan, dan konstruksi. Termasuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara juga turut punya andil. “Sekarang, kita mesti mendorong sektor perdagangan. Kerena sektor ini masih punya potensi yang besar,” ungkapnya. (rom/dwi/k8)