MINGGU (12/11) sore di Kopi Soe. Masih satu halaman dengan Hotel Palmy. Pemiliknya orang Berau. Lama berusaha di Surabaya, lalu kembali membangun hotel. Dibangun tiga sekaligus.
Di teras dan di ruang dalam Kopi Soe, jadi center point. Ketua DPRD Madri Pani dan Ketua Komisi II Andi Amir, sering terlihat di situ. Saya kesanalah. Mau menikmati Bak Pao Chik Yen isi ayam istimewa. Bak Pao yang terkenal di Surabaya.
Jumpa Pak Tjong, yang dulu tinggal di tepian Ahmad Yani. Kami saling berpelukan. Maklum, sahabat yang lama tak bertemu. Ia masih seperti dulu. Kalau di rumahnya, hanya bercelana pendek dan berkaos singlet. Kemarin sore itu pun, ia bercelana pendek. Seperti saya.
Sore-sore di Kopi Soe itu banyak pemandangan indah yang bisa dilihat. Bisa menyaksikan bagaimana sibuknya sang pelayan. Ada yang serius berbincang. Ada yang sibuk naik turun tangga spiral. Ada yang baru datang dan ada yang sudah selesai nge-gym.
Pun duduk di teras seperti itu. Bisa melihat kendaraan yang masuk dan keluar. Bisa sambil membayangkan, tingkat hunian hotel. Kabarnya, tingkat huniannya sudah di atas 70 persen. Lumayan bila dibandingkan saat Covid-19.
Ada Pak Agus Tantomo juga bercelana pendek bersama putranya. Baru selesai lari-lari sore keliling separuh kota. Mampir di Kopi Soe, khusus menikmati Bak Pao isi ayam istimewa yang harganya Rp 25 ribu dan sebiji resoles. Dua-duanya enak.
Lalu kami memilih tempat duduk dekat lemari es. Membelakangi jalan raya. Berhadapan dengan tamu yang masing-masing asyik dengan handphone-nya. Kami berceritalah soal Kaltara yang lagi Kalut dalam dua hari ini. Membuat Berau ikut Kalut. Gara-gara surveinya itu. Survei yang menyebutkan ada 70 persen warga setuju Berau gabung Kaltara.
Pak Agus, sambil membelah Bak Pao, sambil tertawa bilang begini. Adakah surat resmi dari Kaltara yang diteken Gubernurnya, yang mengajak kabupaten Berau bergabung dengan Kaltara, kata dia. Lho, ini urusan pemerintahan. Kalau ada, lanjutnya, dijawablah dengan surat pula. Kalau tidak ada, ya sudah didiamkan saja.
Ia pun memberikan ilustrasi sedikit terkait pembentukan daeah otonomi baru. Bagaimana perkembangan usulan Berau Pesisir Selatan? tanyanya. Rasanya sudah belasan tahun, belum dan tidak ada realisasinya. Kan ada moratoirium, tegasnya.
Ada cerita panjang terkait soal Kaltara. Mulanya kan semua masuk dalam wilayah Kaltim. Dari Kabupaten Pasir hingga Kabupaten Nunukan. Di saat dana bagi hasil mulai digelontorkan, terjadilah bagi-bagi Belanak. Ada kabupaten kota yang kebagian banyak. Berau justru dapat jatah lebih sedikit, kata Agus yang saat itu sebagai anggota DPRD Kaltim.
Dijadikanlah isu, Berau akan memisahkan diri dari Kalimantan Timur, bila jatah dana bagi hasil tidak diberikan besar. Setidaknya sama dengan daerah lain. Waktu itu, saya menyebut Kalut bukan Kaltara, kata Agus tertawa.
Ancaman Agus bersama almarhum Soehartono Soecipto atas restu almarhum Bupati Masdjuni, mengguncang Lamin Etam dan Karang Paci. Mengalirlah angka dana bagi hasil yang lumayan besar untuk membangun Kabupaten Berau. Saya ini saksi hidup dalam proses itu, kata dia. Saksi hidup yang terlupakan.
Rupanya, Kaltara yang dulu disebut Kalut itu, mulai berproses bersamaan dengan pemekaran di kabupaten lainnya. Lagi-lagi Berau tetap dirayu untuk bergabung melengkapi, untuk proses pemekaran provinsi baru.
Tokoh-tokoh di utara berkumpul di Pulau Derawan. Lengkap. Semua hadir. Bertemu di resor BMI, milik Pak Nawawi, yang notabene orang utara. Nah, kalau pertemuan di Derawan ini, saya juga termasuk saksi hidupnya. Hehe.
Ada kalimat usulan waktu itu, sepertinya asal beucap saja. Mau aee, asal Tanjung Redeb jadi ibu kota provinsinya. Jadi ibu kota ini yang agak susah diterima. Mungkin sekarang pun lebih susah lagi.
Soal gabung Kaltara, bagaimana? Begini lho, kata Agus. Contoh sederhananya, bahwa Kaltim itu ibarat punya anak. Anak ini, masing-masing berkontribusi ke dingsanaknya. Ada bagi hasil gas dan minyak bumi. Begitupun dengan hasil hutannya, hasil tambangnya. Karena itu, Berau juga dapat bagian yang besar lewat Kaltim (si Bapak) itu.
Dan untuk saat ini, belum ada alasan kuat bagi Berau untuk gabung Kaltara. Masa mau gabung dengan daerah yang APBD-nya lebih sedikit. Banding-bandingkanlah APBD Berau dengan kabupaten kota di Kaltara. Termausk APBD Berau dengan APBD provinsinya. Kan APBD itu jadi ukuran dalam menyejahterakan rakyatnya? kata Agus.
Biarkanlah Kaltara tetap Kalut. Biarkanlah survei dilakukan bubuhannya. Asal kita jangan juga ikut Kalut. Taumpat-umpat kussau. (*/sam) @cds_daengsikra